A map of the countries that were identified by security researchers to be running FinSpy, an invasive spyware, …Indonesia termasuk satu dari 25 negara yang menggunakan piranti lunak
FinSpy untuk memata-matai. Laporan yang diterbitkan Citizen Lab, pusat
penelitian Universitas Toronto untuk media digital dan keamanan global,
itu merinci temuan dari dua peneliti keamanan di universitas di
California dan Toronto, Morgan Marquis-Boire dan Bill Marczak.
Dalam laporan ini,
25 negara lain yang menjalankan software serupa adalah Australia,
Bahrain, Bangladesh, Brunei, Kanada, Republik Cek, Estonia, Ethiopia,
Jerman, India, Jepang, Latvia, Malaysia, Meksiko, Mongolia, Belanda,
Qatar, Serbia, Singapura, Turkmenistan, Uni Emirat Arab, Inggris,
Amerika Serikat, dan Vietnam.
Setidaknya laporan tersebut
menyebut nama tiga provider di Indonesia. Berdasarkan IP address,
server-server FinSpy dioperasikan di tiga provider tersebut. Bukan
berarti ketiga provider ini terlibat, hanya FinSpy terhubung ke
server-server yang menggunakan jaringan milik provider tersebut. Bahkan
hanya Indonesia dan Amerika Serikat yang masuk dalam daftar merah negara
dengan server terbanyak dengan software FinSpy.
“FinSpy”
dijual oleh perusahaan Inggris bernama Gamma Group. Software ini
'menempel' pada email dan memiliki kemampuan untuk "mengambil gambar
dari layar komputer, merekam percakapan Skype, menyalakan kamera dan
mikrofon dan mencatat aktivitas keyboard," menurut laporan New York
Times. Tanpa sadar pengguna bisa mengunduh software ini. FinSpy kemudian
menghubungkan komputer milik perorangan ke sebuah server lokal -- dalam
beberapa kejadian, server-server ini adalah milik pemerintah.
Pejabat
Gamma Group mengatakan bahwa mereka menjual teknologi ini pada
pemerintah untuk mengawasi aktivitas kriminal yang melibatkan "pedofil,
teroris, kejahatan terorganisir, penculikan, serta perdagangan manusia."
"Temuan
kami menyoroti adanya kesenjangan antara klaim Gamma dengan kenyataan
bahwa FinSpy digunakan secara khusus untuk mengejar 'orang jahat' dan
ada bukti yang semakin menumpuk bahwa alat ini sudah dan terus dipakai
untuk melawan kelompok oposisi atau aktivis hak asasi manusia," tulis
peneliti dalam laporan mereka.
Menurut para peneliti, FinSpy
sepertinya tak hanya digunakan untuk pengawasan bermotif politik, tapi
penggunaannya berbeda-beda di masing-masing negara. Meski begitu,
peneliti laporan tersebut memperingatkan bahwa alat-alat ini biasanya
digunakan di negara-negara di mana aktivitas politik serta kebebasan
berpendapat adalah tindakan kriminal.
Misalnya di Ethiopia, link
download FinSpy ada di foto-foto dalam email yang ditujukan bagi
lawan-lawan politik pemerintahan, sementara di Turkmenistan, server yang
mengoperasikan software ini dimiliki oleh serangkaian IP adress milik
kementerian komunikasi negara tersebut.
Sementara di Vietnam,
software ini ditemukan dalam sebuah ponsel Android yang mengirimkan SMS
ke sebuah nomor Vietnam. Para peneliti menganggap ini adalah temuan
mengerikan karena pemerintah Vietnam mengeluarkan undang-undang sensor
yang melarang blogger untuk menentang Partai Komunis.