Mandi Tujuh Sumur Sunnah Rasulullah SAW







عن عائشة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : بَعْدَمَا دَخَلَ بَيْتَهُ وَاشْتَدَّ وَجَعُهُ هَرِيقُوا عَلَيَّ مِنْ سَبْعِ قِرَبٍ لَمْ تُحْلَلْ أَوْكِيَتُهُنَّ لَعَلِّي أَعْهَدُ إِلَى النَّاسِ وَأُجْلِسَ فِي مِخْضَبٍ لِحَفْصَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ طَفِقْنَا نَصُبُّ عَلَيْهِ تِلْكَ حَتَّى طَفِقَ يُشِيرُ إِلَيْنَا أَنْ قَدْ فَعَلْتُنَّ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى النَّاسِ
(صحيح البخاري)
Dari Aisyah ra berkata, sabda Rasulullah saw: "Ketika Nabi saw telah masuk ke dalam rumah dan sakit beliau semakin parah , beliau bersabda: "Siramkan air kepadaku dari tujuh geriba yang belum dilepas ikatannya, sehingga aku dapat memberi pesan kepada orang-orang". Kemudian nabi saw didudukkan di dalam ember besar milik Hafsah, istri Nabi SAW maka kami segera menyiramkan air kepada beliau hingga beliau memberi isyarat kepada kami, bahwa kalian(istri-istri Rasulullah SAW) telah melakukannya, setelah itu beliau keluar menemui orang-orang." (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha bercahaya dan membagi-bagikan cahaya kenikmatan dan kebahagiaan sepanjang waktu dan zaman serta menyiapkan kebahagiaan yang kekal di surga untuk hamba-hamba yang mengabdi kepada-Nya, menyiapkan pengampunan untuk setiap kesalahan sehingga tiada dosa yang tidak terampuni oleh pengampunan Ilahi, semua dosa dan kesalahan diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana makna sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa semua dosa diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala kecuali dosa syirik, yaitu menyembah kepada selain Allah, namun maksud dari hadits tersebut adalah bahwa syirik termasuk dosa yang tidak diampuni oleh Allah jika seseorang wafat dalam keadaan itu dan belum bertobat atau kembali kepada Islam dan menyembah Allah semata, namun jika ia bertobat dan kembali kepada Islam maka dosanya diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala. Jadi pada hakikatnya semua dosa diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala, namun terdapat orang-orang yang meninggal dalam keadaan masih membawa dosa dan belum memohon pengampunan kepada Allah maka ia akan mendapat pencucian dosa ketika dalam keadaan sakaratul maut atau ketika ia berada di dalam kuburnya atau di dalam neraka namun pencucian dosa tersebut tidaklah abadi. Karena semua manusia yang mengakui dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan nabi Muhammad utusan Allah maka ia akan sampai ke surga Allah meskipun di waktu yang terlambat dan sangat lama, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa seseorang yang mengucapkan “Laa ilaaha illaa Allah” tulus dari dalam hatinya maka Allah subhanahu wata’ala mengharamkannya dari api neraka.
DanRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :
حَرَّمَ اللهُ عَلَى النَّارِ أَنْ تَأْكُلَ أَثَرَ السُّجُوْدِ
“ Allah subhanahu wata’ala telah mengharamkan api neraka untuk memakan bekas sujud (anggota-anggota sujud)”
Adapun anggota sujud itu adalah dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua kaki. Maka anggota yang digunakan untuk bersujud kepada Allah tidak akan disentuh oleh api neraka, karena Allah telah mengharamkan api neraka untuk menyentuh bekas anggota yang digunakan untuk bersujud. Jika anggota tubuh yang bersujud telah Allah haramkan api neraka untuk menyentuhnya, maka terlebih lagi jika yang bersujud (tunduk kepada Allah) adalah hati, maka sungguh ia akan terhindar dari api neraka dan seluruh siksaan, itulah makna daripada kalimat “Laa ilaaha illallah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
مَن اغْبرَّتْ قَدمَاهُ في سبيل اللَّهِ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلى النَّارِ
“ Barangsiapa yang kedua kakinya berdebu (karena berjalan) di jalan Allah, maka Allah mengharamkannya dari api neraka”
Demikianlah amalan-amalan yang sangat mudah akan terus dan senantiasa menjauhkan seorang hamba dari siksa api neraka . Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Al qur’an, yang menjelaskan keadaan hamba-hamba yang selalu berdosa dan bermaksiat kepada Allah, dan disaat sel-sel kulit mereka bersaksi atas dosa-dosa mereka, maka mereka bertanya kepada kulit mereka mengapa ia bersaksi atas dosa-dosa mereka padahal kulit itu bersatu dengan mereka, sebagaimana firman-Nya:
وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
( فصلت : 21 )
“Dan mereka berkata kepada kulit mereka: Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. ( QS. Fusshilat : 21 )
Maka berusahalah untuk selalu menjaga diri kita dari perbuatan dosa, dan jika terjebak dalam suatu perbuatan dosa maka segera memohon perlindungan dan pengampunan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا، وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا، وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا، يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا، بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا، يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ، فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ، وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
( الزلزلة : 1- 8 )
“Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (jadi begini)?", pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” ( QS. Az Zalzalah : 1-8 )
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa di hari kiamat bumi akan memuntahkan segala pendamannnya, dan jasad yang telah hancur dan menjadi tulang belulang akan ditumbuhkan kembali oleh Allah subhanahu wata’ala sebagaimana Allah menumbuhkan jasad dari sebuah sel mani, bumi memuntahkannya karena jasad-jasad para pendosa itu memberatkan bumi, maka jasad-jasad itu dikeluarkan oleh bumi untuk menghadap Allah subhanahu wata’ala di padang Mahsyar. Maka ketika melihat kejadian itu manusia kaget dan kebingungan, dimana ketika itu bumi memuntahkan semua manusia yang pernah hidup dari zaman nabi Adam AS hingga manusia yang terakhir hidup hingga hari kiamat. Di hari itu bumi menceritakan seluruh riwayat hidup setiap manusia, dari perbuatan baik dan perbuatan jelek mereka selama mereka hidup di atas bumi, karena perintah Allah kepada bumi untuk menyingkap seluruh kejadian yang ia saksikan atas manusia yang pernah hidup di muka bumi. Di saat itu manusia berdesakan untuk melihat amalan-amalan mereka, karena setiap huruf yang keluar dari bibir seorang hamba, setiap hal apa yang ia dengar atau ia lihat, akan mereka dapatkan balasannya, maka beruntunglah hamba yang memperbanyak istighfar dan berdzikir. Maka amalan baik sekecil apapun pasti akan didapati balasannya, begitu juga sebaliknya perbuatan sekecil apapun akan didapati balasannya. Semua amal perbuatan kita akan kita lihat balasannya kelak di hari kiamat, maka beruntunglah orang yang memperbanyak istighfar memohon pengampunan dosa serta memperbanyak ibadah untuk menutup dosa-dosanya. Dalam sebuah riwayat di Shahih Al Bukhari disebutkan ketika seorang pemuda datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menangis dan berkata bahwa ia telah banyak melakukan dosa dan merasa bahwa ia tidak akan mungkin mendapatkan pengampunan Allah subhanahu wata’ala, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya diam dan tidak menjawabnya, maka Allah subhanahu wata’ala Yang Menjawab dengan firman-Nya:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
(هود : 114 )
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk”. ( QS. Huud : 114 )
Jika kita merasa telah banyak melakukan dosa maka perbanyaklah berbuat kebaikan, dan banyak cara untuk hal ini seperti bersedekah, melakukan shalat sunnah, berdzikir, bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, berbakti kepada kedua orang tua baik mereka muslim atau pun non muslim maka seseorang haruslah tetap berbakti kepada keduanya, namun tidak mengikuti apa yang mereka sembah dari selain Allah. Dan jika seandainya orang tua kita adalah orang yang dhalim, fasiq seperti peminum arak, penjudi, atau pezina dan lainnya maka janganlah mereka dibenci, karena mereka yang bertanggung jawab di hadapan Allah subhanahu wata’ala, sedangkan kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban akan perbuatan mereka, namun kita senantiasa mengingatkan mereka semampunya dengan sopan santun dan cara yang baik, adapun jika kita mengahardiknya maka kita akan mendapat dosa sebagai anak yang durhaka terhadap orang tua, dan jika hal ini terjadi maka keduanya (anak dan ayah) sama-sama berada dalam kedhaliman, maka tetaplah berbuat baik terhadap orang tua yang fasiq, namun senantiasa berusaha semampunya untuk mengajaknya kepada hal-hal yang baik.
Selanjutnya kita bahas hadits yang kita baca tadi, dimana hadits tersebut menjadi dalil atas orang-orang yang membantah bahwa mandi dengan 7 macam air adalah merupakan adat yang syirik. Disebutkan dalam hadits tersebut bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sakitnya mulai parah, beliau meminta air dari 7 buah girbah untuk membasuh tubuh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, girbah adalah sebuah kantong air yang terbuat dari kulit kambing yang salah satu sisinya dijahit dan sisi yang lainnya diikat, yang mana jika girbah itu tertiup angin maka air di dalam girbah itu akan menjadi dingin. Dalam hal ini Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany dalam Fath Al Baari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan bahwa ada sebuah riwayat dari Al Imam Thabrani menjelaskan bahwa yang diminta oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah air dari 7 Gerbah akan tetapi air dari 7 sumur, namun dalam riwayat Shahih Al Bukhari adalah air dari 7 girbah. Akan tetapi hal ini menunjukkan bahwa mandi dengan air dari 7 sumur bukanlah adat-adat kejawen yang menyimpang dari syariat Islam, namun mandi dari air yang berasal dari 7 sumur adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal tersebut bukanlah hal yang syirik atau bid’ah, akan tetapi orang yang tidak memahaminya mengatakan bahwa hal itu adalah syirik dan bid’ah. Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa maksud daripada mandi dengan 7 macam air atau dari 7 sumur yang berbeda atau 7 sumber air yang berbeda adalah sebagaimana manusia diciptakan dari air dan tanah, maka air yang keluar dari tanah yang diambil dari 7 macam atau 7 wilayah yang berbeda maka hal itu membawa kesembuhan untuk tubuh, karena sebagaimana hadits tadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berobat dengan 7 macam air atau 7 gerbah yang berbeda. Banyak hal-hal yang harus kita fahami yang mana banyak kelompok orang yang menentang dan menyelewengkannya, sehingga mengatakan sesuatu yang sunnah sebagai hal yang bid’ah dan lain sebagainya. Sedikit akan saya jelaskan, sebagaimana ada sebagian orang yang menentang saya bahkan mereka memaparkannya dalam sebuah website khusus yang diantaranya “Penyelewengan Habib Munzir tehadap ucapan Al Imam Syafii”, mereka mengatakan bahwa dalam tulisan aslinya Al Imam Syafii berkata bahwa makruh hukumnya membangun masjid di samping kuburan , padahal Al Imam Syafii mengatakan hal tersebut makruh jika bertujuan untuk fakhr (membangga-banggakan) akan tetapi jika bertujuan untuk memuliakan orang shalih yang ada disitu maka hal tersebut merupakan hal yang sunnah, namun ucapan ini tidak mereka sebutkan, mereka hanya menyebutkan perkataan Al Imam Syafii yang memakruhkan membangun masjid di samping kuburan. Adapun makruh secara bahasa bermakna “dibenci”, sedangkan secara syar’i adalah suatu perbuatan yang jika dikerjakan tidak mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan mendapatkan pahala. Akan tetapi ucapan Al Imam As Syafi’I menunjukkan bahwa membangun masjid di sebelah kuburan para shalihin karena memuliakan mereka atau bertabarruk kepada mereka bukanlah hal yang diharamkan. Al Imam An Nawawi memperjelas dalam Syarah Nawawiyah ‘alaa Shahih Muslim bahwa membangun masjid di sebelah perkuburan para shalihin adalah sesuatu yang dianjurkan dengan syarat tidak menjadikan kiblat ke arah perkuburan itu dan tidak menjadikan kuburan tersebut terinjak-injak oleh orang-orang yang melakukan shalat di masjid tersebut, namun yang dilarang adalah jika menjadikan masjid di atas kuburan sehingga orang yang melakukan shalat di masjid tersebut akan menginjak kuburan itu. Kita ketahui bahwa kuburan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga berada di dalam masjid, namun tidak terinjak oleh orang yang berada di dalam masjid karena terdapat batas-batas yang sangat jelas sehingga kita tidak melintasinya apalagi menginjaknya.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Mutiara-mutiara keridhaan Ilahi senantiasa menawarkan kasih sayangNya kepada kita, kelembutan-Nya tidak pernah sirna, Yang mana telah berfirman dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari :
إِنَّ عَبْدًا أَصَابَ ذَنْبًا -وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبْتُ ذَنْبًا- فَقَالَ رَبِّ أَذْنَبْتُ -وَرُبَّمَا قَالَ أَصَبْتُ- فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ رَبُّهُ أَعَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ غَفَرْتُ لِعَبْدِيَ. ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا أو أَذْنَبَ ذَنْبًا، فَقَالَ رَبِّ أَذْنَبْتُ -أَوْ أَصَبْتُ- ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى. فَقَالَ أَعَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ غَفَرْتُ لِعَبْدِيْ، ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا - وَرُبَّمَا قَالَ أَصَابَ ذَنْبًا -قَالَ رَبِّ أَصَبْتُ- أَوْ أَذْنَبْتُ- ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ أَعَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ غَفَرْتُ لِعَبْدِى – ثلاثا- فَلْيَعْمَلْ مَا شَاءَ
“ Sesungguhnya ada seorang hamba yang melakukan dosa, kemudian ia berkata : “Wahai Tuhanku, aku telah berdosa maka ampunilah aku”, maka Allah berfirman : “Tahukah hamba-Ku ini bahwa ia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dosa, maka Aku mengampuni hambaKu”. Kemudian hamba itu berhenti berbuat dosa sesuai dengan kehendak Allah, setelah itu hamba tersebut berbuat dosa kembali, kemudian ia berkata : “Wahai Tuhanku, aku telah berdosa maka ampunilah aku”, maka Allah berfirman : “Tahukah hamba-Ku ini bahwa ia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dosa, maka Aku mengampuni hambaKu”. Kemudian hamba itu berhenti berbuat dosa sesuai dengan kehendak Allah, setelah itu hamba tersebut berbuat dosa kembali, kemudian ia berkata : “Wahai Tuhanku, aku telah berdosa maka ampunilah aku”, maka Allah berfirman : “Tahukah hamba-Ku ini bahwa ia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dosa, maka Aku mengampuni hambaKu”, maka lakukanlah apa yang ia mau”.
Demikian indahnya Rabbul ‘alamin, Yang Maha Baik dan Maha Sempurna yang melimpahakan kasih sayang dan kenikmatan kepada yang beriman atau pun yang tidak beriman, inilah rahasia kelembutan ilahi yang tidak akan kita temukan pada semua makhluk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa tidak ada yang lebih bersabar dari Allah subhanahu wata’ala, dimana hamba-hambaNya selalu bermaksiat kepadaNya namun Dia senantiasa menanti tobat hamba-hambaNya.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.

Share this:

Disqus Comments